Blogger templates

Home » » Pukulan Telak di Musim Paceklik

Pukulan Telak di Musim Paceklik


NELAYAN MENGANGGUR: Sejumlah nelayan di Pantai Pasir Kebumen tak dapat melaut akibat melambungnya harga solar. Mereka lebih banyak menganggur dan menepikan perahu-perahunya di pantai. Selain tingginya harga BBM, mereka juga takut melaut karena gelombang besar pada musim timur. (57v) - SM/Komper Wardopo


BAGI para nelayan di Pantai Selatan Kebumen, kenaikan harga BBM ibarat pukulan beruntun yang kian menyengsarakan. Sebab, sekitar lima bulan masa paceklik belum berakhir, kini harus menghadapi tingginya harga bensin.
Berbeda dengan nelayan tetangganya di Cilacap atau pantura, para nelayan Kebumen adalah nelayan tradisional. Karena keterbatasan perahu dan alat tangkap, mereka hanya berani melaut setengah hari atau istilah mentereng kelautan disebut one day fishing
Dari tiga lokasi tempat pelelangan ikan (TPI) di Pantai Pedalen Desa Argopeni, Pantai Karangduwur, dan Pantai Pasir, semuanya di Kecamatan Ayah, Kebumen umumnya nelayan masih memakai perahu kecil jenis fiber glass yang hanya mampu dinaiki dua sampai tiga nelayan.
Pukulan telak pertama, dirasakan para nelayan sejak Juli lalu. Sebab, saat itu memasuki angin musim timur. Angin di Samudera Indonesia sangat besar, berkorelasi dengan gelombang pasang yang ganas dan angin laut tak bersahabat tadi. Banyak perahu rusak akibat kecelakaan. Ribuan nelayan praktis menganggur selama berbulan-bulan.
Bahkan, belum lama ini belasan perahu yang sandar beserta jaringnya di Pantai Karangduwur dan Pasir, rusak parah. Menurut Kepala Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (Peperla) Kebumen hal itu akibat hantaman badai dan kerugian nelayan diperkirakan sampai Rp 140 juta.
Hantaman berikutnya, semestinya pada awal Oktober ini sudah mulai memasuki masa panen semua jenis ikan. Baik ikan tengiri, bawal, cucut, layur, udang jerbung maupun lobster sampai ubur-ubur. N
amun karena musim kemarau yang pendek, sedangkan hujan sering turun, ikan-ikan beserta ubur-ubur itu pun seperti menghilang.
Belum juga masa paceklik usai, sejak awal Oktober ini harga bensin tiba-tiba naik 100% lebih. Harap maklum, nelayan pantai Ayah itu, sekitar 44 kilometer barat daya Kebumen, rata-rata masih memakai mesin tempel 15 PK dengan bahan bakar bensin campur. Jika harga eceran resmi bensin Rp 4.500/liter, di tangan nelayan sudah mencapai Rp 5.000/liter.
''Padahal, kami memakai bensin campur, jadi harga satu liter bahan bakar sudah Rp 6.000,'' keluh Siswanto (54), nelayan Desa Pasir, Kecamatan Ayah. Ia yang hari itu menerjunkan sebuah perahu dengan modal Rp 215.000. Perhitungannya, bekal bahan bakar untuk 40 liter, ditambah uang makan Rp 10.000.
Berhubung masih masa pacelik, hasil tangkapan dia setelah dijual di TPI, hanya tinggal sisa uang Rp 19.000 bersih. ''Tolong sampaikan Pak SBY, anak saya tiga SLTA semua. Bagaimana bisa menutup makan dan ongkos sekolah? ''ucap Siswanto sambil leyeh-leyeh di perahunya.
Bejo (25), buruh nelayan yang memiliki dua anak itu jauh lebih mengenaskan nasibnya. Berhubung tak punya modal dan risiko melaut sangat tinggi, sejak beberapa bulan ini ia harus ganti profesi. Pekerjaan apa saja dia lakoni, asal bisa mendapat uang.
''Saya mau jadi buruh cangkul atau buruh apa saja. Yang penting bisa untuk makan,'' tandas Bejo disertai anak perempuannya berumur sekitar delapan tahun. Dia setiap hari tetap ke pantai, namun hanya ngobrol sambil menunggu ada orang menawari pekerjaan serabutan.
Slamet, buruh menarik atau menepikan perahu beserta beberapa temannya dari Desa Banjarharjo Kecamatan Ayah pun, bernasib serupa. Sejak ratusan kapal di Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Pantai Pasir tak bisa melaut, praktis dia jadi sering menganggur.
Sehari paling menepikan dua sampai tiga kapal. Hasil tangkapan ikan pun relatif kecil hanya lima sampai 10 kilogram. Adapun posisi mereka adalah buruh terbawah, sebagai tukang mengangkut perahu dan ikan dari tepi laut ke bibir pantai dan TPI.
Ketika ditanya soal kompensasi BBM, warga nelayan miskin itu umumnya tak tahu menahu. Padahal, sejak hari itu (Selasa,11/10), warga miskin di Kebumen yang lain telah berbondong-bondong menerima bantuan langsung tunai Rp 300.000 untuk tiga bulan.
Tak heran wajah-wajah hitam, kasar dan frustasi, terlihat dari para nelayan Kebumen. Bahkan, saat ditemui di kapal yang bersandar ataupun di lokasi pelelangan, para nelayan enggan diajak bicara. Apalagi jika diungkit soal tingginya harga BBM, mereka menjawab ketus dan sekenanya.
Kepala PPI Pasir Darsono mengakui, sejak masa paceklik akibat angin musim timur, para nelayan yang melaut turun drastis. Biasanya, di PPI Pasir setiap hari ada ratusan nelayan dan kapal dapat melaut. Kini, sehari maksimal hanya sepuluh perahu. Itu pun hasil tangkapan mereka sangat kecil.
Jumlah nelayan di PPI Pasir sesuai data 715 orang. Jumlah juragan 261 orang dan pandega atau nelayan sekitar 454 orang. Sementara itu, jumlah kapal motor ada 315, gantaran sekitar 306 buah.
Kondisi hampir serupa terjadi di TPI Pantai Karangduwur yang dihuni sekitar 80 nelayan, serta TPI Pantai Pedalen Argopeni, yang dihuni sekitar 300 nelayan. Umumnya para nelayan saat musim angin timur ini kesulitan masuk ke laut karena gelombang besar, sedangkan kapal mereka amat kecil.
Padahal, meski masa paceklik, sekarang harga ikan laut Kebumen relatif stabil. Darsono menyebutkan, harga ikan tengiri Rp 22.500 per kilogram, dari semula Rp 18.000. Ikan bawal berkisar Rp 40.000/kilogram, cucut Rp 9.000/kilogram dan layur paling murah laku Rp 6.000/kilogram.
Kepala Dinas Peperla Kebumen dokter hewan Jatmoko menyatakan, ada kekhasan nelayan tradisional Kebumen. Sebab, selain menekuni sebagai nelayan, sebagian dari mereka sambilan sebagai peternak, petani tadah hujan, dan pembuat gula merah.
Karena itu, sebagian keluarga nelayan tersebut selama ini telah diberi bantuan ternak sapi. Di kala paceklik, para nelayan ada yang beralih menjadi peternak dan mencari pakan ke hutan. Hasilnya memang tak bisa diambil sekejap. Namun, dalam beberapa tahun, ternaknya bisa dijual dengan hasil lumayan.
Mengenai bantuan kompensasi BBM bagi nelayan, Jatmiko mengakui, sampai saat ini para nelayan Kebumen belum menerima. Pihaknya telah mengusulkan agar para nelayan juga mendapat bantuan kompensasi BBM. Apalagi harga BBM melonjak tajam.
Bagi nelayan miskin dan buruh nelayan, semestinya juga layak mendapat kartu kompensasi BBM. Sayangnya, ratusan nelayan di Pantai Pasir Kecamatan Ayah, saat ditanya rata-rata menjawab belum ada yang menerima kartu untuk mengambil bantuan uang tunai itu.
Ke Pegadaian
Tak terkecuali ribuan nelayan Cilacap juga menjerit. Mereka menjerit karena kesulitan mendapatkan bensin atau solar. Untuk mendapat bahan bakar, mereka harus antre berjam-jam. Sebab, pengambilan BBM untuk kalangan nelayan dilakukan secara bergiliran.
Saat itu, para nelayan tidak mungkin membeli BBM di SPBU karena ada larangan membeli bensin atau solar dengan jerigen. Larangan tersebut dikeluarkan Pertamina. Para pengawas SPBU tidak berani melayani pembelian dengan jerigen karena takut mendapatkan sanksi dari Pertamina.
Penderitaan nelayan ternyata tidak berhenti sampai di sini. Begitu pemerintah per 1 Oktober 2005 menaikan harga BBM, nelayan pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menangis menghadapi kenyataan bahwa hidup ini ternyata semakin susah.
Menurut Rosikin, kenaikan harga BBM cukup mencekik kehidupan nelayan. Sebab, kenaikan harga BBM selalu berimbas pada kenaikan harga sembako. Itu berarti, biaya perbekalan yang harus dikeluarkan nelayan setiap akan berangkat melaut menjadi membengkak 200 %.
Tokoh nelayan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) Simon Domingus mengatakan, keterpurukan nelayan akibat kenaikan harga BBM semakin diperparah dengan adanya peraturan pemerintah yang melarang kapal ikan dengan bobot mati di atas 30 gross ton (GT) menggunakan minyak solar.
Itu berarti kapal tersebut harus menggunakan solar untuk industri. Padahal pemerintah juga telah menaikan harga BBM industri.
Ketua KUD Mino Saroyo Rosikin SSos mengatakan, nelayan selalu berada pada posisi terjepit. Terutama pada saat menjelang Lebaran nanti, di mana kebutuhan semakin meningkat dan harga-harga barang kebutuhan semakin mahal.
Untuk mencukupi kebutuhan untuk Lebaran, para nelayan biasanya akan beramai-ramai datang ke kantor Pegadaian untuk menggadaikan barang berharga atau perabotan yang masih bisa digadaikan. Seperti TV, kulkas, perhiasan dan perabotan lainnya. (Komper Wardopo,Agus Sukaryanto-14v)

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger news