Blogger templates

rapat






ASAL MULA DESA PASIR, KEC. AYAH. KAB. KEBUMEN

LEGENDA DAN SEJARAH DESA PASIR KEC. AYAH

a. Legenda Desa dan Sejarah Desa
Sejarah Desa Pasir tidak bisa dipisahkan dari desa nelayan. Konon ceritanya hidup seorang maritim yang ulung dalam mengarungi lautan pada jaman Belanda, yang berjuang (babad desa), Mbah Bekel Tambak Yuda atau Mbah Mad Mulya. Beliau mengawali Pemerintahan Desa Pasir yang melawan Pemerintah Kolonealisme Belanda dengan memperjuangkan Pusat Pemerintahan Desa yang konon disebut GLONDONG MAD MULYA, beliau mulai merencanakan Pemerintahan Desa yang dibantu dengan Perangkat Desa walaupun tetap diawasi ketat oleh antek-antek Belanda, tetapi tidak pantang menyerah. Pemerintahan ini secara turun temurun diganti oleh Putranya Lurah MAD KARYA, dalam pemerintahannnya juga sama, karena sarana prasarana belum ada; maka pemerintahan ini tidak berlangsung lama dan diganti oleh Lurah DITA KARYA, Pemerintahan ini juga masih bersifat ke daerahan, belum ada kerjasama dengan desa lain, maka Lurah belum bisa memikirkan nasib rakyat, maka yang diandalkan melaut dan sampai dengan sekarang masyarakat Desa Pasir mayoritas melaut (nelayan). Masih ada ritual selamatan melaut setiap tahun tetap diabadikan. Pemerintahan ini berakhir diganti oleh Lurah SURYA KARYA, juga pemerintahan lurah masih berkoalisi dengan Belanda, dan tarap hidup masyarakat masih rendah, penuh ketakutan dan penderitaaan. Pemerintahan ini tidak berlangsung lama lalu diganti oleh Lurah SURYA KRAMA, juga masih mengantungkan diri terhadap Pemerintahan Belanda. Masa ini masih juga rakyat dalam keadaan kemiskinan, masyarakat diperas tenaganya dan hidup masih tergantung nasib sendiri. Pemerintahan ini dimulai lagi oleh Lurah KARTA REJA, pada masa ini sudah dipilih masyarakat dengan tunjukan. Pada masa pemerintahan ini mulai ada otonomi. Misalnya NTCR (Nikah Talak Cerai dan Rujuk) sudah mandiri. Keadaan tersebut sampai pada Pemerintahan Jepang dan Proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Sejarah Pembangunan Desa Pasir
Catatan Pembangunan Desa Pasir, diawali dari periode kepemimpinan Suwargi MBAH NAWI KARSA sesudah tahun 1948. pada waktu itu belum banyak hal yang dapat diungkapkan dan kepeminmpinan itu yang berbau Feodalisme. Kedudukan Suwargi Mbah Nawi Karsa merumuskan perencanaan pembangunan dan mulai mendirikan Balai Desa, membentuk Perangkat dan Lembaga Desa, walaupun masih sederhana. Pemerintahan ini berakhir tahun 1978. Kemudian dilanjutkan oleh YAKIMIN yang dipilih oleh masyarakat dan diakhiri mulai berlaku Perda No. 10 tahun 1978. dalam Pemerintahan ini mulai tumbuh perkembangan di bidang pembangunan dan berlaku Peraturan-peraturan Pemrintahan. Pada masa ini telah dibentuk lembaga seperti RT, RW, PKK, LKMD, dan pendidikan serta pembangunan lainnya yang semakin meluas, baik pembangunan fisik, mental, maupun pembangunan spiritual. Pada periode ini sudah dimulai dibentuk pembagian wilayah dalam proses perencanaan pemerintahan, antara lain :
1. Pada mulanya Pemerintahan Desa Pasir dibagi menjadi 9 RT dan 2 dukuh.
2. Bedirinya TK Budi Luhur Desa Pasir pada tanggal 15 Juli 1985, walau belum memiliki sarana Gedung ( nunut di Balai Desa).
3. Merehab Gedung Balai Desa, mendirikan Pos Kampling di Dukuh yang rawan Keamanan.
4. Mulai menata Pemerintahan Desa mengganti nama lembaga Pemerintahan desa dengan nama lembaga yang baru dalam rangka menyesuaikan dengan peraturan perundangan yang ada, misalnya Carik diganti Sekretaris Desa dan seterusnya.
5. Dibentuknya Tim Penggerak PKK dan Kepengurusan Lembaga-Lembaga Desa.
6. Rehab Gedung Sekolah Dasar, Rehab Kantor Desa, dan Perumahan Guru.
7. Membuat rencana untuk minta bantuan ke Pemerintah yaitu bantuan Pembangunan Fisik ditambah Swadaya Masyarakat.
Pemerintahan bapak Yakimin berakhir tahun 1989 dan diganti Bapak Supandi sampai dengan tahun 1999. dalam pemerintahannya dari 12 RT dikembangkan menjadi 13 RT dan 3 Dusun. Pada masa itu hanya dikepalai oleh seorang Kadus dibantu 1 orang Sekdes dan 6 Kaur. Pembangunan yang dilaksanakan termasuk swadaya masyarakat dan dari bantuan Pemerintah antara lain:
1. Pembangunan gedung TK Budi Luhur sudah milik desa.
2. Jembatan Beton kali Dilem RT 1 RW III kapasitas 3 x 14 Meter dibangun dari swadaya masyarakat dan Bandes (milik desa).
3. Rehab Balai Desa dan Kantor Sekretraiat Desa/membuat Polindes di Kawasan Balai Desa, rehab Masjid Al-Huda.
4. Membayar PBB lunas sebelum jatuh tempo setiap tahun.
5. membangun senderan Pengairan di Sekitar Jalan Raya di dukuh Dilem RT 1 RW III.
Periode bapak Supandi berakhir tahun 1998. selanjutnya diganti secara pilihan langsung oleh masyarakat dan dimenangkan oleh Bapak PURYONO dari staf Karyawan Dipenda Kebumen bagian Sarang Burung Walet. Pada masa Pemerintahan tumbuh perkembangan pembangunan baik fisik, ekonomi, sosial budaya dan keagamaan. Beberapa pembangunan masa ini antara lain:
1. Menambah Perangkat Desa dan 1 orang Sekdes, 5 Kaur, dan 1 orang kadus. Sehingga menjadi 1 sekdes 3 kadus dan 7 Perangkat Desa.
2. Mengadakan pemilihan BPD sebanyak 9 orang dan LKMD sebanyak 13 orang.
3. Mengaktifkan kesadaran hukum dan Kamtibmas HANSIPWANRA serta Karangtaruna dan masyarakat.
4. Pembinaan akhlak kesadaran orang beragama lewat pengajian-pengajian dan Forum Pembinaan Kaum Ibu.
5. Penyadaran tentang PBB kepada waqjib pajak sehingga PBB lunas lebih awal belum sampai jatuh tempo.
Dengan adanya program DKPM ( Dana Kemandirian Pembangunan Desa) dan dibantu dengan swadaya masyarakat ada beberapa hasil pembangunan pada masa ini antara lain:
1. Pembangunan Gedung PKK berukuran 5 x 15 M dengan swadaya masyarakat sedesa Pasir.
2. Menambah ruang kator Sekretariat Desa dengan biaya dan dana DKPM.
3. Merehab Balai Desa, Polindes dengan bantuan DKPM secara bertahab dibantu swadaya masyarakat.
4. Membangun Masjid Al-Muttaqin bersama swadaya masyarakat dan Infaq dari warga perantauan, serta dana stimulan dan Pemda Kebumen.

Sumber RPJMDes Desa Pasir

longsor di pedesaan kebumen selatan (pesisir)

image
Kebumen, CyberNews. Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Kebumen mengakibatkan bencana tanah longsor dan banjir bandang di tiga desa di Kecamatan Ayah dan Buayan. Sebanyak 18 rumah warga di Desa Karangbolong, Buayan terendam air dan sekitar 100 rumah di Desa Pasir dan Karangduwur Kacamatan Ayah tertimpa tanah longsor.
Tidak ada korban jiwa dalam bencana yang terjadi Minggu (6/9) malam. Namun akibat kedua bencana itu sejumlah rumah warga rusak parah. Salah satu rumah milik Waris Yuwono (45) warta RT 01 RW 02 Dusun Betah, Desa Pasir rusak parah akibat tertimpa longsor.
Hampir separuh tembok rumah permanen tersebut jebol, sedangkan rumah milik Tatang (31) warga Dusun Kaum, Desa Karangbolong jebol diterjang banjir bandang akibat meluapnya Kali Tandu.
Pasiyem (40) istri Waris Yuwono menceritakan, peristiwa tanah langsor terjadi sekitar pukul 20.30 WIB. Saat itu hujan deras mengguyur desa dan di rumah itu hanya ada dia dan satu anaknya. Sedangkankan suaminya sejak sore belum pulang.
"Saat itu saya mendengar suara gerakan tanah dari belakang rumah. Karena takut, saya mengungsi ke rumah tetangga," ujar Pasiyem, Senin (6/9).
Tak berapa lama kemudian dia mendengar suara gemuruh suara longsoran yang dahsyat yang meluluhlantakkan rumahnya. Dirinya pun tidak bisa menyelamatkan barang-barang berharga miliknya. Saat ini keluarganya terpaksa mengungsi ke  rumah orangtuanya yang berjarak 100 meter dari rumahnya.
Kejadian bencana tersebut mendapat perhatian dari Bupati Kebumen H Buyar Winarso SE. Bersama jajaran farum pimpinan daerah seperti Kapolres AKBP Andik Setiyono SIK SH MH dan Komandan Kodim 0709 Letkol Inf Windyatmo, Bupati yang didampingi Wakil Bupati Djuwarni AMd Pd serta sejumlah pejabat meninjau korban banjir bandang dan tanah longsor.
Dari data di Desa Pasir, tanah longsor menimpa sebanyak 77 rumah warga di tiga dusun. Yakni Dusun Ketanggung, Betah dan Dusun Dilem. Adapun rumah yang mengalami rusak parah yakni miliki Waris Yuwono dan Satiman (45).
Sementara itu, Kepala Desa Karangduwur, Basir melaporkan, tanah longsor di desanya menimpa sebanyak 32 rumah milik warga. "Kami berharap ada perhatian dari Pemkab Kebumen atas bencana yang menimpa warga kami," ujar Basi

watu pendel dari jauh, pas agi banyune surut

Selama ini wisata pantai di kebumen sepertinya kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Pada tahun 1980-an, siapa yang tidak kenal dengan pantai logending, goa jatijajar, pantai petanahan. Mulai tahun 2000-an kebumen seperti kehilangan daya tarik wisata, baik wisata pantai, pegunungan maupun yang lain.
Alangkah baiknya pemerintah dan masyarakat kebumen menggalakan kembali wisata di kebumen, dengan persiapan yang sangat matang, sehingga kalau di kelola dengan baik, pasti hasilnya juga baik, baik bagi masyarakat sekitar obyek wisata maupun bagi pemerintah kabupaten kebumen.
Sebetulnya pantai di kebumen keindahannya tidak kalah dengan pantai baron, pararngtritis, sundak, kukup, pangandaran dan yang lainnya.
Coba perhatikan keindahannya.
Pantai Pasir atau TPI Pasir
Dinamakan TPI Pasir karena ada tempat pelelangan ikan yang cukup, untuk ukuran TPI di Kebumen.
Untuk mencapai obyek wisata ini, anda bisa melalui 2 jalur, Jalur pertama kalau anda dari arah Purworejo, bisa ambil jalur selatan, nanti tembusnya di pantai suwuk puring, setelah jembatan, ambil kiri, arah ke cilacap. Kalau dari arah Gombong tinggal ambil jalur rowokele atau jalur ke goa jatijajar, dari jembatan perbatasn sumpiuh-kebumen, ambil kanan, ada polsek, terus ikuti jalurnya.

karang bolong…ada juga di pasir lo…?

Pukulan Telak di Musim Paceklik


NELAYAN MENGANGGUR: Sejumlah nelayan di Pantai Pasir Kebumen tak dapat melaut akibat melambungnya harga solar. Mereka lebih banyak menganggur dan menepikan perahu-perahunya di pantai. Selain tingginya harga BBM, mereka juga takut melaut karena gelombang besar pada musim timur. (57v) - SM/Komper Wardopo


BAGI para nelayan di Pantai Selatan Kebumen, kenaikan harga BBM ibarat pukulan beruntun yang kian menyengsarakan. Sebab, sekitar lima bulan masa paceklik belum berakhir, kini harus menghadapi tingginya harga bensin.
Berbeda dengan nelayan tetangganya di Cilacap atau pantura, para nelayan Kebumen adalah nelayan tradisional. Karena keterbatasan perahu dan alat tangkap, mereka hanya berani melaut setengah hari atau istilah mentereng kelautan disebut one day fishing
Dari tiga lokasi tempat pelelangan ikan (TPI) di Pantai Pedalen Desa Argopeni, Pantai Karangduwur, dan Pantai Pasir, semuanya di Kecamatan Ayah, Kebumen umumnya nelayan masih memakai perahu kecil jenis fiber glass yang hanya mampu dinaiki dua sampai tiga nelayan.
Pukulan telak pertama, dirasakan para nelayan sejak Juli lalu. Sebab, saat itu memasuki angin musim timur. Angin di Samudera Indonesia sangat besar, berkorelasi dengan gelombang pasang yang ganas dan angin laut tak bersahabat tadi. Banyak perahu rusak akibat kecelakaan. Ribuan nelayan praktis menganggur selama berbulan-bulan.
Bahkan, belum lama ini belasan perahu yang sandar beserta jaringnya di Pantai Karangduwur dan Pasir, rusak parah. Menurut Kepala Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (Peperla) Kebumen hal itu akibat hantaman badai dan kerugian nelayan diperkirakan sampai Rp 140 juta.
Hantaman berikutnya, semestinya pada awal Oktober ini sudah mulai memasuki masa panen semua jenis ikan. Baik ikan tengiri, bawal, cucut, layur, udang jerbung maupun lobster sampai ubur-ubur. N
amun karena musim kemarau yang pendek, sedangkan hujan sering turun, ikan-ikan beserta ubur-ubur itu pun seperti menghilang.
Belum juga masa paceklik usai, sejak awal Oktober ini harga bensin tiba-tiba naik 100% lebih. Harap maklum, nelayan pantai Ayah itu, sekitar 44 kilometer barat daya Kebumen, rata-rata masih memakai mesin tempel 15 PK dengan bahan bakar bensin campur. Jika harga eceran resmi bensin Rp 4.500/liter, di tangan nelayan sudah mencapai Rp 5.000/liter.
''Padahal, kami memakai bensin campur, jadi harga satu liter bahan bakar sudah Rp 6.000,'' keluh Siswanto (54), nelayan Desa Pasir, Kecamatan Ayah. Ia yang hari itu menerjunkan sebuah perahu dengan modal Rp 215.000. Perhitungannya, bekal bahan bakar untuk 40 liter, ditambah uang makan Rp 10.000.
Berhubung masih masa pacelik, hasil tangkapan dia setelah dijual di TPI, hanya tinggal sisa uang Rp 19.000 bersih. ''Tolong sampaikan Pak SBY, anak saya tiga SLTA semua. Bagaimana bisa menutup makan dan ongkos sekolah? ''ucap Siswanto sambil leyeh-leyeh di perahunya.
Bejo (25), buruh nelayan yang memiliki dua anak itu jauh lebih mengenaskan nasibnya. Berhubung tak punya modal dan risiko melaut sangat tinggi, sejak beberapa bulan ini ia harus ganti profesi. Pekerjaan apa saja dia lakoni, asal bisa mendapat uang.
''Saya mau jadi buruh cangkul atau buruh apa saja. Yang penting bisa untuk makan,'' tandas Bejo disertai anak perempuannya berumur sekitar delapan tahun. Dia setiap hari tetap ke pantai, namun hanya ngobrol sambil menunggu ada orang menawari pekerjaan serabutan.
Slamet, buruh menarik atau menepikan perahu beserta beberapa temannya dari Desa Banjarharjo Kecamatan Ayah pun, bernasib serupa. Sejak ratusan kapal di Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Pantai Pasir tak bisa melaut, praktis dia jadi sering menganggur.
Sehari paling menepikan dua sampai tiga kapal. Hasil tangkapan ikan pun relatif kecil hanya lima sampai 10 kilogram. Adapun posisi mereka adalah buruh terbawah, sebagai tukang mengangkut perahu dan ikan dari tepi laut ke bibir pantai dan TPI.
Ketika ditanya soal kompensasi BBM, warga nelayan miskin itu umumnya tak tahu menahu. Padahal, sejak hari itu (Selasa,11/10), warga miskin di Kebumen yang lain telah berbondong-bondong menerima bantuan langsung tunai Rp 300.000 untuk tiga bulan.
Tak heran wajah-wajah hitam, kasar dan frustasi, terlihat dari para nelayan Kebumen. Bahkan, saat ditemui di kapal yang bersandar ataupun di lokasi pelelangan, para nelayan enggan diajak bicara. Apalagi jika diungkit soal tingginya harga BBM, mereka menjawab ketus dan sekenanya.
Kepala PPI Pasir Darsono mengakui, sejak masa paceklik akibat angin musim timur, para nelayan yang melaut turun drastis. Biasanya, di PPI Pasir setiap hari ada ratusan nelayan dan kapal dapat melaut. Kini, sehari maksimal hanya sepuluh perahu. Itu pun hasil tangkapan mereka sangat kecil.
Jumlah nelayan di PPI Pasir sesuai data 715 orang. Jumlah juragan 261 orang dan pandega atau nelayan sekitar 454 orang. Sementara itu, jumlah kapal motor ada 315, gantaran sekitar 306 buah.
Kondisi hampir serupa terjadi di TPI Pantai Karangduwur yang dihuni sekitar 80 nelayan, serta TPI Pantai Pedalen Argopeni, yang dihuni sekitar 300 nelayan. Umumnya para nelayan saat musim angin timur ini kesulitan masuk ke laut karena gelombang besar, sedangkan kapal mereka amat kecil.
Padahal, meski masa paceklik, sekarang harga ikan laut Kebumen relatif stabil. Darsono menyebutkan, harga ikan tengiri Rp 22.500 per kilogram, dari semula Rp 18.000. Ikan bawal berkisar Rp 40.000/kilogram, cucut Rp 9.000/kilogram dan layur paling murah laku Rp 6.000/kilogram.
Kepala Dinas Peperla Kebumen dokter hewan Jatmoko menyatakan, ada kekhasan nelayan tradisional Kebumen. Sebab, selain menekuni sebagai nelayan, sebagian dari mereka sambilan sebagai peternak, petani tadah hujan, dan pembuat gula merah.
Karena itu, sebagian keluarga nelayan tersebut selama ini telah diberi bantuan ternak sapi. Di kala paceklik, para nelayan ada yang beralih menjadi peternak dan mencari pakan ke hutan. Hasilnya memang tak bisa diambil sekejap. Namun, dalam beberapa tahun, ternaknya bisa dijual dengan hasil lumayan.
Mengenai bantuan kompensasi BBM bagi nelayan, Jatmiko mengakui, sampai saat ini para nelayan Kebumen belum menerima. Pihaknya telah mengusulkan agar para nelayan juga mendapat bantuan kompensasi BBM. Apalagi harga BBM melonjak tajam.
Bagi nelayan miskin dan buruh nelayan, semestinya juga layak mendapat kartu kompensasi BBM. Sayangnya, ratusan nelayan di Pantai Pasir Kecamatan Ayah, saat ditanya rata-rata menjawab belum ada yang menerima kartu untuk mengambil bantuan uang tunai itu.
Ke Pegadaian
Tak terkecuali ribuan nelayan Cilacap juga menjerit. Mereka menjerit karena kesulitan mendapatkan bensin atau solar. Untuk mendapat bahan bakar, mereka harus antre berjam-jam. Sebab, pengambilan BBM untuk kalangan nelayan dilakukan secara bergiliran.
Saat itu, para nelayan tidak mungkin membeli BBM di SPBU karena ada larangan membeli bensin atau solar dengan jerigen. Larangan tersebut dikeluarkan Pertamina. Para pengawas SPBU tidak berani melayani pembelian dengan jerigen karena takut mendapatkan sanksi dari Pertamina.
Penderitaan nelayan ternyata tidak berhenti sampai di sini. Begitu pemerintah per 1 Oktober 2005 menaikan harga BBM, nelayan pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menangis menghadapi kenyataan bahwa hidup ini ternyata semakin susah.
Menurut Rosikin, kenaikan harga BBM cukup mencekik kehidupan nelayan. Sebab, kenaikan harga BBM selalu berimbas pada kenaikan harga sembako. Itu berarti, biaya perbekalan yang harus dikeluarkan nelayan setiap akan berangkat melaut menjadi membengkak 200 %.
Tokoh nelayan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) Simon Domingus mengatakan, keterpurukan nelayan akibat kenaikan harga BBM semakin diperparah dengan adanya peraturan pemerintah yang melarang kapal ikan dengan bobot mati di atas 30 gross ton (GT) menggunakan minyak solar.
Itu berarti kapal tersebut harus menggunakan solar untuk industri. Padahal pemerintah juga telah menaikan harga BBM industri.
Ketua KUD Mino Saroyo Rosikin SSos mengatakan, nelayan selalu berada pada posisi terjepit. Terutama pada saat menjelang Lebaran nanti, di mana kebutuhan semakin meningkat dan harga-harga barang kebutuhan semakin mahal.
Untuk mencukupi kebutuhan untuk Lebaran, para nelayan biasanya akan beramai-ramai datang ke kantor Pegadaian untuk menggadaikan barang berharga atau perabotan yang masih bisa digadaikan. Seperti TV, kulkas, perhiasan dan perabotan lainnya. (Komper Wardopo,Agus Sukaryanto-14v)

angin kencang nelayan tidak senang,,

lagi barat ra pada njaring,,,,hehehee,,,

juragane mateni tukang njaring, adole geredan

KEBUMEN, suaramerdeka.com - Kendati cuaca di lautan cukup ekstrim, sebagian nelayan di Pantai Pasir, Kecamatan Ayah, Kebumen, banyak yang nekat melaut. Mereka yang bertaruh nyawa di lautan rata-rata karena memiliki tanggungan utang kepada para tengkulak.
Dari pengakuan para nelayan, utang mereka kepada juragan ternyata sangat banyak. Jika ditotal jumlah pinjaman para nelayan di Pantai Pasir bisa mencapai miliaran rupiah. Satu nelayan ada yang memiliki utang kepada juragan sebesar Rp 40 juta. Padahal, di pantai tersebut terdapat ratusan nelayan yang terlilit utang.
Sarmo (40) salah satu nelayan mengatakan, uang sebesar itu merupakan utang untuk membeli perahu, mesin motor tempel, maupun jaring untuk menangkap ikan. Konsekuensi dari modal yang diberikan kepada para nelayan, hasil tangkapan ikan yang diperoleh harus dijual kepada para tengkulak yang memberinya modal itu.
Karena merasa berhutang budi, nelayan pun tak kuasa menolaknya. Celakanya, hasil bertaruh nyawa di tengah samudera itu dihargai lebih rendah rata-rata 5% dari harga pasaran. Jika harga ikan pasaran Rp 100.000/kg para nelayan biasanya melepas hasil tangkapan itu Rp 80.000/kg.
Sementara itu, karena pendapatan harian nelayan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para nelayan pun kesulitan untuk melunasi utang. Belum lagi, sebagian nelayan terlanjur tidak bisa keluar dari jeratan utang karena saking banyaknya jumlah utang yang mereka kumpulkan. Banyak kasus, sampai perahu mereka rusak, utang nelayan kepada juragan belum terlunasi.
"Kalau pun perahu ini saya jual, sepertinya tidak cukup untuk melunasi utang," ujar Sarmo kepada Suara Merdeka, Jumat (27/1).